Mendidik anak bukan lagi topik yang asing. Seringkali perihal ini menjadi pembicaraan yang ramai, baik itu di kalangan ibu-ibu atau para pemuda yang akan menikah, istilah kerennya dikenal sebagai ilmu parenting.
Parenting sendiri masih sering disalah konsepsikan. Seolah suatu metode untuk anak, padahal parenting bicara orang tua. Pendidikan bagi orang tua untuk anak.
Nah, dalam persoalan mendidik anak selalu ada dua hal penting. Hukuman (punishment) atau hadiah (reward). Mari kita uraikan keduanya secara lebih lengkap.
HUKUMAN
Hukuman dimaksudkan agar proses mendidik anak berjalan secara stabil. Secara lebih jelasnya, pemberian hukuman bisa dijabarkan menjadi beberapa maksud.
Pertama, hukuman bermaksud untuk menegaskan aturan. Menegaskan mana aturan atau norma yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kedua, hukuman diadakan untuk mengungkapkan kesalahan. Hukuman bisa menjadi semacam lampu petunjuk mengenai kesalahan yang dilakukan anak.
Ketiga, menyadarkan seseorang. Setelah kesalahan diketahui oleh anak, maka maksud selanjutnya adalah penyadaran atas kesalahan itu.
Keempat, menundukkan seseorang dalam nilai atau norma tertentu. Hukuman juga dimaksudkan agar anak tunduk atau patuh pada aturan atau norma yang diajarkan oleh orang tua.
Ketujuh, hukuman diberikan untuk melatih sikap mau menghargai aturan. Jika anak sudah mengetahui aturan yang tidak boleh dilakukan, tetapi masih melakukannya, baik disengaja atau tidak disengaja, maka hukuman diberikan sebagai pendisiplinan.
Jadi, hukuman tidak bermaksud buruk. Tidak dalam tendensi dendam. Tidak dalam ranah kemurkaan yang membabi buta. Dan, sama sekali tidak bermaksud untuk memberikan trauma dan merusak anak. Kodrat hukuman tetap sebagai metode saat mendidik anak.
"Orang tua mendidik anaknya dengan rotan dan meratapinya dengan air mata."
Hal-Hal Penting Soal Hukuman
Beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan saat memberikan hukuman kepada anak.
1. Waktu
Hukuman tidak boleh diberikan secara membabi buta. Waktunya juga harus diukur. Tidak diberikan setiap hari. Bukan setiap jam. Apalagi sampai setiap menit.
Jangan sampai hukuman kehilangan esensinya sebagai pengajaran. Dan, malah akan berbalik merusak citra si pemberi hukuman dan efek hukuman itu sendiri. Maka, waktu saat memberikan hukuman harus terukur.
2. Satuan
Satuan di sini maksudnya adalah kuantitas hukuman yang diberikan. Hukuman yang diberikan pada setiap anak sudah selayaknya berbeda. Salah satunya, disesuaikan dengan karakteristik si anak.
Selain itu, juga bisa diukur dari jenis kelaminnya. Hukuman yang diberikan kepada anak laki-laki, sudah selayaknya tidak disamakan dengan anak perempuan.
Satuan di sini juga menyangkut tingkatan hukuman. Hukuman bisa dikategorikan rendah hingga tingkat tinggi. Dan, pemberiannya tentu harus sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Jangan sampai kesalahannya sepele, tetapi hukumannya terlalu berat.
3. Prinsip Hukuman
Memberikan hukuman juga harus memperhatikan prinsip, loh!
Pertama, hukuman harus diberikan secara adil. Tidak pandang bulu. Tidak ada pilih kasih kepada anak pertama, anak kedua, dan seterusnya. Termasuk saat orang tua melakukan salah, maka orang tua juga harus menerima hukuman. Misalnya, hukumannya dengan segera meminta maaf kepada anak.
Kedua, memperhatikan keserasian hati, visi, dan misi. Keserasian ini harus dibangun diantara orang-orang yang telibat dalam mendidik anak. Sepertihal, orang tua dengan sang kakek dan nenek. Atau, antara orang tua dan pengasuh.
Ketiga, hukuman harus diberikan dengan konsisten, tidak boleh diubah seenaknya. Hukuman sebagai pelajaran tidak boleh bersifat plin-plan dan menguntungkan salah satu pihak.
Keempat, hukuman tetap dibangun dengan kata-kata yang positif. Nah, hal ini sangatlah tidak kalah penting. Sekalipun marah, penggunaan kata-kata harus tetap positif. Tidak melabeli anak dengan cap yang buruk.
Contohnya, "Dasar kamu anak malas!" Kata-kata tersebut bisa diganti. Misanya, "Ayo anak papa tidak boleh malas."
Sekalipun intonasi suaranya tinggi dan sedikit membentak, penggunaan kata-kata positif tetap akan memberikan pengaruh yang lebih baik.
4. Sanggup Dilakukan
Biasanya hukuman dimulai dari tingkatan yang paling rendah. Contohnya, dengan memberikan ancaman terlebih dahulu.
Nah, ancaman yang diberikan haruslah sesuatu yang sanggup untuk dilakukan. Hal ini bisa meyakinkan anak bahwa hukuman itu akan benar-benar diberikan. Dan, tidak menganggapnya sebagai gertak sambal.
5. Menjaga Fokus
Siapa yang menjadi fokus hukuman? Yang menjadi fokus saat memberi hukuman adalah anak. Dan, apa yang harus difokuskan saat memberi hukuman?
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Fokus dari pemberiaan hukuman adalah kesadaran, penyesalan, pelajaran, dan perubahan.
Jangan memberikan hukuman dengan fokus yang keliru. Semisal, memberikan hukuman karena takut nama baik jadi tercoreng. Atau, untuk segudang embel-embel lainnya.
Alih-alih, hukuman menjadi alat untuk mendidik anak. Dengan begitu, hukuman hanya menjadi alat tukar tambah pencitraan untuk orang tua.
6. Pengajaran
Tujuan utama hukuman adalah pengajaran. Tidak untuk melampiaskan kemarahan. Bukan untuk balas dendam. Jangan untuk melampiaskan kekesalan hidup.
Setelah hukuman diberikan imbangi juga dengan pelajaran apa yang bisa diambil. Komunikasikan kesalahan yang diperbuat, dampak, dan jalan keluar yang harus diambil jika kesalahan dilakukan kembali.
HADIAH
Hadiah memang acapkali diberikan kepada anak. Namun, tidak lain dan tidak bukan, hadian bukan bermaksud buruk, seperti halnya, menjadikan anak manja. Tidak, tidak begitu.
Pemberian reward atau hadiah bermaksud untuk memberikan apresiasi, menunjukkan penerimaan, memotivasi, membangun hubungan yang positif, dan menjadi penyeimbang hukuman saat mendidik anak.
Bentuk Hadiah
Bentuk hadia sangat beragam. Yang paling sederhana adalah memberikan pujian. Mengapresiasi hal baik yang sudah dilakukan anak. Semisalnya, mengucapkan terimakasih kepada anak. Dan, pujian pun tidak disarankan untuk diberikan dengan berlebihan. Cukup diberikan sewajarnya.
Ada hadiah yang bentuknya barang atau uang. Memberikan apresiasi berupa barang atau uang pada anak bisa mengajarkan anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu haruslah bekerja keras.
Memberikan hadiah berupa uang juga dikombinasikan dengan ajakan untuk menabung. Alias, juga mengajari anak cara untuk mengelola uang yang sudah diperoleh.
Bentuk hadiah lainnya adalah janji. Tentu saja, janji yang dimaksud bukan janji manis belaka, tetapi janji yang sungguh bisa ditepati. Metode ini juga bisa membangun motivasi dan pelajaran bagi anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus bekerja keras melakukan hal yang baik.
HUKUMAN DAN HADIAH
Hukuman dan hadiah sama-sama memerlukan satu kata kunci krusial. Apa itu? Pengajaran. Keduanya tidak bisa luput dari pengajaran.
Pengajaran harus diikut sertakan saat memberikan hukuman. Begitu juga saat memberikan hadiah agar anak tidak terlewat manja dan mempelajari alasan di balik hadiah yang diterima.
Jadi, keduanya tidak boleh berlebihan. Pengajaran bisa menjadi rem kendali agar hukuman atau hadiah yang diberikan tidak lepas kendali dan keluar dari konteks mendidik anak.
Referensi:
Wijanarko, Jarot. 2005. Mendidik Anak: Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual, Tips Terlengkap Menjawab 69 pertanyaan seputar mendidik anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama