Namun, bagaimana jika ternyata luka batin yang ada ternyata ulah pikiran kita sendiri? Alhasil, meskipun tubuh telah dibawa liburan berkeliling dunia, tapi pikiran masih saja resah.
Sebab masalah yang sebenarnya ada di dalam pikiran. Liburan yang sudah dilakukan hanya memunculkan rasa kebahagiaan yang semu.
Semuanya bisa runtuh kapan saja. Dan, selamat datang kembali kenyataan! Begitulah biasanya sambutan pahit yang akan muncul pertama kali.
Perjalanan yang sebenarnya hanyalah berdamai. Berdamai dengan ketidaksempurnaan yang ada pada alam pikiran.
Menukil buku Muthia Sayekti yang berjudul, "Berdamai Dengan Diri Sendiri", ada beberapa pandang yang bisa digunakan.
Nah, apa saja sih, sebenarnya? Yuk! Simak 4 cara berdamai dengan ketidaksempurnaan.
1. Menentukan Kedudukan Kekurangan
Mungkin kekurangan biasanya dianggap, menggelikan, menakutkan, dan aib. Tak heran, jika kemudian banyak orang yang tidak mau menerimanya.
Padahal ada pertimbangan lain yang bisa muncul. Bagaimana jika ternyata kekurangan itu sebenarnya utusan, untuk dijadikan teman atau hero dalam kehidupan? Nah, sepertinya pernyataan pertama akan terlalu dangkal, apabila menganggap kekurangan itu hanya sebagai monster.
Menentukannya sebagai teman, akan membantu mengingatkan bahwa semua manusia tidak pernah bisa menjadi sempurna.
Sementara itu, memang tak sedikit kan, yang kemudian memanfaatkan kekurangan untuk sukses? Begitulah cara yang dimaksud menjadikannya hero. Hero yang selalu rela untuk dimanfaatkan.
"Kalau kodratnya tidak bisa
dirubah tapi tetap dipaksa untuk berubah, maka siap-siaplah untuk merasa
lelah dalam kesia-siaan." (Muthia Sayekti, 2018)
2. Posisinya Sebagai Rahmat
Ini sebenarnya sudah disinggung sebelumnya. Teman atau hero? Bahasa yang lebih ramah, keduanya adalah rahmat. Jadi, berdamailah.
Dan ternyata, memang tak semudah itu. Masih ada satu hal lagi yang mengganggu, yaitu pendapat orang lain.
Saat kita sendiri sudah berdamai, terkadang omongan orang lain akan datang. Dan bisa saja, lantas membuat kita kembali resah.
Orang lain yang bahkan secara tidak sadar membuat standar khusus untuk orang lain. Orang lain yang tidak mengijinkan ketidaksempurnaan itu ada. Padahal ketidaksempurnaan juga bagian dari mereka. Tidak adil bukan?
Nah, kalau begitu bukankah pendapat orang lain itu sebenarnya menyebalkan? Tidak. Omongan orang lain itu menyakitkan!
Mungkin masukan yang baik juga perlu, tapi masukan yang merendahkan? Sudah tidak jamannya lagi. Semua orang harus dihargai bersama kekurangannya yang wajar sebagai manusia.
Jadi, jangan lagi menganggap omongan orang lain pijakan. Melangkahlah! Berdamailah dengan hidupmu sendiri. Hiduplah untuk hidupmu sendiri yang damai.
"Cukup kendalikan
dengan baik (kekurangan) tanpa perlu ditutupi atau diubah menjadi
sesuatu yang "not the real you." (Muthia Sayekti, 2018)
3. Berlatih hebat bersama ketidaksempurnaan
Ketidaksempurnaan sudah tentu hal mutlak bagi semua orang. Daripada memikirkannya sebagai monster, lebih baik biar saja.
Lagipula, banyak orang hebat yang sudah mencoba melaluinya dengan tenang sampai garis finish. Entah harus berhasil atau tidak, para tokoh dunia kebanyakan hanya yakin dirinya akan dibentuk oleh mencoba itu sendiri.
Dan kebanyakan setelah itu, tujuan yang tidak pernah terduga muncul. Hadir sebagai garis finish baru dengan dampak yang dahsyat.
"Dari bagian itu pula banyak orang-orang yang tangguh, besar hatinya bukan kepalanya." (Muthia Sayekti, 2018)
4. Setiap insan punya peran
Tujuan yang lebih dahsyat sebenarnya berbicara soal peran. Peran yang dimiliki oleh semua manusia sejak lahir.
Sejak lahir! Jadi jangan khawatirkan, kehabisan peran apa yang dimiliki. Jika terpaksa bingung, menyelamlah ke dalam diri sendiri sekali lagi.
Ambil peran dari potensi yang dimiliki. Dan jangan sungkan-sungkan untuk mengecek ulang, kekurangan yang ada, karena jangan-jangan itu sebenarnya adalah hero yang menyamar.
Hero yang selama ini sengaja dikubur! Gali dan bangkitkan. Ingatlah faktanya, bahwa hero selalu menanti untuk dimanfaatkan.
"Intinya,
menjalankan peran artinya membawa sebuah kepentingan. Untuk membawa
sebuah kepentingan diperlukan sebuah tekad untuk menanggalkan hal-hal
yang sepele dan tidak menyepelkan hal-hal yang sebenarnya besar dalam
hidup." (Muthia Sayekti, 2018)
Nah, diingat-ingat, ya. Jangan
sampai hanya karena pikiran semacam itu muncul kita menjadi stress.
Memang tidak mudah untuk setiap prakteknya.
Tulisan ini sendiri Admin tulis, bukan karena sudah berhasil. Melainkan sebagai pengingat, bahwa sekeras-kerasanya manusia yang sudah berdamai, kekurangan baru itu akan selalu ada. Jadi, tidak ada kata berhenti untuk selalu mencoba berdamai.
Klik Di Sini Untuk Beli Bukunya
Penulis: Ahmat Jha
Sumber referensi: Muthia Sayekti. 2018. Berdamai Dengan Diri Sendiri, Seni Menerima Diri Apa Adanya